Kolaborasi HIMAFISI Universitas Jember dalam Sayembara Menulis Kritik Film

Prestasi membanggakan kembali ditorehkan oleh Program Studi Televisi dan Film (PSTF) Universitas Jember melalui kolaborasi antara pembina HIMAFISI ibu Ni Luh Ayu Sukmawati, bersama mahasiswa Syilvia Amanda dan Wisa Irena Br. Sitepu. Kritik film mereka yang berjudul “Paradoks Perempuan Urban dalam Sleep Call (2023): Ilusi Kebebasan dalam Lapisan Kekerasan Simbolik” berhasil lolos sebagai salah satu dari tujuh karya terbaik dalam “Sayembara Menulis Kritik Film Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2024”. Selain mereka bertiga, kritik film Elviendya Diandwitara Putri yang berjudul “Like & Share (2022): Retorika Seksualitas dan Hipokrisi Gender” juga berhasil masuk dalam tiga puluh besar karya terbaik “Sayembara Menulis Kritik Film Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2024”.

Esai ibu Ni Luh Ayu Sukmawati, Syilvia Amanda dan Wisa Irena Br. Sitepu membedah film Sleep Call (2023) karya Fajar Nugros yang menghadirkan kisah Dina, seorang perempuan urban yang tampak mandiri namun terperangkap dalam kompleksitas kekerasan simbolik. Dalam analisisnya, penulis menggunakan konsep-konsep dari Pierre Bourdieu, Judith Butler, dan Laura Mulvey untuk mengungkap bagaimana karakter perempuan dalam film ini menunjukkan paradoks kebebasan yang seringkali dihadapi oleh perempuan di masyarakat modern.

Dina, yang diperankan oleh Laura Basuki, digambarkan sebagai korban kekerasan fisik, ekonomi, hingga simbolik dalam jeratan struktur patriarki. Narasi ini memperlihatkan bagaimana sistem sosial mendominasi perempuan secara halus, membatasi kebebasan mereka bahkan di lingkungan urban yang dianggap lebih progresif. Penulis mengungkapkan bahwa Sleep Call bukan hanya sekedar kisah tentang korban pinjaman online ilegal, tetapi juga refleksi mendalam terhadap berbagai bentuk kekerasan yang dilembagakan di masyarakat.

Kritik film ini menyoroti konsep kekerasan simbolik sebagaimana digambarkan oleh Bourdieu, yakni bentuk dominasi yang tersembunyi dalam struktur kehidupan sehari-hari. Dina menjadi representasi dari perempuan urban yang tampaknya bebas memilih, tetapi pada kenyataannya dibatasi oleh norma-norma patriarki yang menguntungkan laki-laki. Relasi kuasa yang digambarkan dalam interaksi Dina dengan karakter laki-laki seperti Tommy, Bayu, dan Rama menjadi cerminan bagaimana dominasi ini beroperasi secara sistemik.

Kritik ini juga menggarisbawahi upaya film untuk mengangkat kesadaran akan realitas kekerasan simbolik yang sering kali tersembunyi di balik narasi besar emansipasi perempuan. Dina tidak hanya menjadi korban kekerasan fisik, tetapi juga sistem yang secara halus mengunci perempuan dalam belenggu subordinasi melalui relasi kuasa dan struktur masyarakat yang mendukung patriarki.

Dalam esai ini, penulis juga memuji langkah Fajar Nugros dalam menghadirkan narasi yang berupaya menantang pandangan male gaze. Namun, mereka juga mengkritisi celah naratif yang masih memperkuat stereotip tradisional, seperti penggambaran perempuan sebagai subjek yang membutuhkan penyelamatan. Hal ini menunjukkan adanya kontradiksi dalam representasi perempuan, di mana meskipun Dina terlihat kuat, perjuangannya melawan patriarki masih terbungkus dalam kerangka naratif yang sama.

Penulis juga menggunakan kerangka struktural A.J. Greimas untuk membedah dinamika antar karakter. Interaksi antara keinginan, kekuasaan, dan pengetahuan menjadi elemen penting dalam memahami perjuangan Dina melawan kekerasan simbolik yang membelenggunya. Analisis ini memperjelas perjalanan karakter utama dalam menghadapi tekanan struktural dan menemukan cara untuk membebaskan dirinya sendiri.

Keberhasilan kritik ini dalam sayembara menunjukkan kualitas intelektual dan kepekaan sosial dari kolaborasi dosen dan mahasiswa PSTF Universitas Jember. Esai ini akan diterbitkan dalam format ebook oleh DKJ, memungkinkan lebih banyak pembaca untuk mendalami isu-isu yang diangkat.

Melalui keberhasilan ini, HIMAFISI turut mengukuhkan perannya dalam memperluas budaya kritik film di Indonesia. Tidak hanya sebagai apresiasi terhadap karya sinema, kritik juga berfungsi sebagai refleksi terhadap norma dan nilai sosial, membuka ruang diskusi yang konstruktif.

Dengan pendekatan yang kritis dan mendalam, kolaborasi ini tidak hanya menjadi bukti keberhasilan akademis tetapi juga kontribusi nyata HIMAFISI dalam mengembangkan budaya kritik film di Indonesia. Semoga langkah ini menjadi inspirasi untuk menghasilkan lebih banyak karya yang mencerminkan realitas sosial dan memperjuangkan kesetaraan gender di masa depan.