“Short Steps, Big Stories”: Klik Film Road to Jakarta World Cinema 2025 Online Workshop with UNEJ Film Festival – Universitas Jember 

Apa iya film pendek cuma sekadar “pemanasan” sebelum ke film panjang? Atau justru dia adalah bentuk karya yang utuh, berdiri sendiri, dan punya kekuatan storytelling yang nggak bisa diremehkan?

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu jadi bahan diskusi seru dalam workshop onlineShort Steps, Big Stories”, yang digelar oleh UNEJ Film Festival bersama Jakarta World Cinema (JWC) pada rangkaian Klik Film Road to Jakarta World Cinema 2025.

Workshop ini menghadirkan sosok inspiratif Daniel Rifki (Sutradara film) dan Daniel Irawan (Program Director JWC), serta dipandu oleh host kece kita, Rosana Mar’atu Solikhah (Program Director  UNEFF). Dan ya, seperti yang bisa ditebak — diskusinya sangat seru dan pastinya bermanfaat.

Film Pendek: Bukan Versi Singkat, Tapi Medium Penuh Makna

“Film pendek itu bukan versi pendek dari film panjang. Dia punya dunianya sendiri,” ujar Mas Daniel Rifki dengan semangat.

Buat beliau, film pendek adalah tempat belajar yang nyata. Bukan cuma soal teknis produksi, tapi juga bagaimana melatih insting bercerita dan membangun sudut pandang sebagai seorang sineas. Ia bahkan menyebut bahwa film pendek menjadi batu loncatan penting yang membawanya ke industri film panjang, setelah salah satu filmnya menembus festival internasional di Kyoto dan dilirik oleh Falcon Pictures

Mas Daniel juga berbagi kisah masa kuliahnya, ketika ia harus bikin film pendek tiap semester. Dari tugas-tugas itulah ia menyadari bahwa semua teori film yang ia pelajari harus dibuktikan di lapangan.

“Kamu jangan mikir film pendek itu sekadar latihan bikin film panjang. Film pendek itu adalah intisari kehidupan. Paling jujur, paling padat, dan paling susah justru karena durasinya singkat tapi tetap harus ngena.”

Dari Film Pendek ke Industri: Tantangan, Transisi, dan Kesempatan

Apasih perbedaan paling mencolok antara menyutradarai film pendek dan film  panjang? Dari segi energi dan skala kerja.

“Kalau film pendek syutingnya 2-3 hari, film panjang bisa sampai 25 hari bahkan timnya bisa ratusan orang. Di situlah pentingnya komunikasi, manajerial, dan kemampuan menjaga visi tetap konsisten,” jelas Mas Daniel.

Ia menambahkan bahwa banyak filmmaker pemula hanya fokus ke produksi, tapi nggak tahu mau dibawa ke mana filmnya setelah diproduksi. Padahal, distribusi adalah kunci mengapa film itu dibuat.

Film Harus Ketemu Penonton: Jangan Disimpan di Bawah Bantal!

Mas Daniel Irawan pun mengingatkan:

“Film tidak lengkap kalau tidak ditonton. Jangan malas untuk mencari info festival festival film. Di media sosial itu banyak banget peluang buat kirim film ke luar. Film itu harus eksis di hadapan penonton.”

Beliau juga mengajak filmmaker muda untuk terbuka membangun relasi — baik lewat komunitas, festival, maupun kerja kolaboratif. Menurutnya, relasi bisa menjadi sumber kekuatan, apalagi ketika keterbatasan dana menjadi tantangan utama.

Satu hal yang sering terlupa: visi kreatif harus dikomunikasikan secara jelas sejak awal. Bukan cuma ke produser, tapi juga ke semua departemen produksi. Treatment, moodboard, sampai breakdown teknis harus dibahas bersama sama.

“Jangan sampai pas syuting baru ribut karena semua punya bayangan yang beda. Jadi filmmaker itu bukan kerja sendiri. Komunikasi itu penting banget dan menjadi salah satu apek penting saat syuting,” tambah Mas Daniel Rifki.

Sebelum workshop ditutup, Mas Daniel menyampaikan pesan yang sangat penting:

“Saatnya keluarkan film dari bawah bantal kalian. Jangan tunggu sempurna. Film itu untuk ditonton, bukan untuk disimpan. Proses kalian itu berharga.”

Dan yang bikin makin semangat, Jakarta World Cinema (JWC) resmi mengumumkan kompetisi film pendek perdana yang akan digelar September 2025. Grand prize-nya? Kesempatan memproduksi film panjang! Sebuah apresiasi nyata buat para filmmaker muda yang siap menapaki karir lebih serius di industri.

Workshop ini bukan cuma jadi ajang diskusi, tapi juga pengingat buat kita semua bahwa film pendek adalah bentuk karya yang sah, utuh, dan powerful. Baik sebagai ruang latihan, media atau wadah eksplorasi, maupun awal mula masuk ke industri.

Jadi, kalau kamu punya ide film, kamera seadanya, dan nyali yang besar — jangan tunggu semuanya sempurna. Mulai dari yang pendek. Karena siapa tahu, dari langkah kecil itulah cerita besar akan dimulai.