Kabar membanggakan kembali datang dari keluarga besar Program Studi Televisi dan Film Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember. Film pendek Sorai karya Rolikur Production yang disutradarai oleh Veri Cahyadi berhasil menorehkan capaian penting dengan terpilih sebagai Official Selection Layar Kembali Ditancap 2025, sebuah program pemutaran film yang berfokus pada penguatan budaya lokal dan literasi audiovisual masyarakat.
Himpunan Mahasiswa Program Studi Televisi dan Film (HIMAFISI) menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh kru dan pihak yang terlibat dalam proses penciptaan film Sorai. Pencapaian ini menjadi bukti bahwa karya mahasiswa mampu menembus ruang apresiasi publik yang lebih luas.
Sorai hadir sebagai karya yang digarap dengan kesungguhan, baik dari segi narasi maupun proses produksi. Keberhasilannya masuk dalam program Layar Kembali Ditancap 2025 menegaskan bahwa film ini memiliki nilai yang relevan dengan semangat program tersebut: menghadirkan kembali sinema sebagai pengalaman kolektif yang dekat dengan masyarakat.
Program Layar Kembali Ditancap
Program Layar Kembali Ditancap sendiri merupakan bagian dari Sinema Mikro, sebuah inisiatif yang didukung oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia melalui LPDP dan Dana Indonesiana. Program ini menghidupkan kembali tradisi layar tancap yang pernah menjadi denyut kehidupan sosial masyarakat, khususnya di Pacitan pada era 1970–1990-an. Tradisi tersebut kini dihadirkan ulang dalam format yang lebih kontekstual dan edukatif, dengan pemutaran film pendek di berbagai lokasi bersejarah seperti Sentono Gentong, Pantai Pancer Door, Museum Song Terus, Goa Tabuhan, Monumen Jenderal Sudirman, hingga Pondok Pesantren Tremas.
Film Sorai
Masuknya Sorai dalam rangkaian pemutaran ini menunjukkan bahwa film tersebut mampu berdialog dengan ruang, sejarah, dan penonton. Ia tidak hanya hadir sebagai tontonan, tetapi juga sebagai medium refleksi dan pertemuan gagasan.
Selain itu, capaian ini juga tidak terlepas dari iklim apresiasi terhadap film Indonesia yang terus tumbuh. Dalam konteks festival film, Garin Nugroho sebagai pencetus Festival Film Horor 2025, menegaskan bahwa film tidak semata berfungsi sebagai hiburan, melainkan cermin kehidupan sosial, budaya, serta cara berpikir masyarakat. Pandangan tersebut sejalan dengan semangat yang dibawa Sorai, yang lahir dari proses kreatif yang jujur dan berangkat dari kepekaan terhadap realitas sekitar.
HIMAFISI memandang keberhasilan Sorai sebagai kebanggaan bersama, bukan hanya bagi para kru film, tetapi juga bagi keluarga besar PSTF FIB UNEJ. Capaian ini menjadi pengingat bahwa kerja kolektif, kedisiplinan proses, dan keberanian bercerita akan selalu menemukan jalannya sendiri.
Melalui artikel ini, HIMAFISI mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh kru Sorai atas dedikasi dan kerja keras yang telah ditunjukkan. Semoga pencapaian ini menjadi pijakan awal untuk perjalanan kreatif yang lebih panjang, serta memantik semangat mahasiswa lain untuk terus berkarya dan merawat sinema dengan penuh tanggung jawab.
Salam HIMAFISI: Kreatif, Muda, dan Energik!

