Kehadiran HIMAFISI di NTT: Pengalaman Personal Butu
Yohana Butu, yang akrab disapa Butu, salah satu pengurus HIMAFISI dan mahasiswa Program Studi Televisi dan Film Universitas Jember, mendapat kesempatan berharga untuk menghadiri Flobamora Film Festival 2025. Awalnya Butu sedang berlibur ke Nusa Tenggara Timur, namun momen itu bertepatan dengan digelarnya festival film tahunan terbesar di wilayah tersebut.
Kesempatan ini tidak hanya membuatnya bisa menyaksikan langsung jalannya festival, tetapi juga memperluas jejaring dengan sineas-sineas NTT. Lebih istimewa lagi, Butu dapat bertemu dengan sutradara sekaligus narasumber yang selama ini menjadi inspirasinya. Ia bahkan sempat berfoto bersama dan mendapatkan tanda tangan di poster film yang ia bawa khusus untuk momen tersebut.
Festival Film dengan Ruang Edukatif Nasional di Nusa Tenggara Timur
Flobamora Film Festival adalah festival film pendek berskala nasional pertama dari NTT. Bermula dari Parade Film NTT pada 2021, festival ini secara resmi digelar oleh Komunitas Film Kupang (KFK) mulai 27–30 Oktober 2023, dan sejak itu menjadi agenda tahunan. Flobamora tidak hanya memberi ruang apresiasi bagi sineas lokal, tetapi juga membangun jejaring antar komunitas, organisasi, dan individu kreatif dari seluruh Indonesia maupun internasional.
Talkshow “Bikin Film Pertama: Dari Ide ke Naskah”
Pada tanggal 5 Agustus 2025, Flobamora Film Festival mengadakan talkshow kolaboratif antara KFK Film Lab dan MTN Seni Budaya dengan tema “Bikin Film Pertama Dari Ide Ke Naskah”. Acara yang berlangsung di Aula Marungga 2 Hotel Sasando Kupang ini dihadiri sekitar 120 peserta, mulai dari pelajar, mahasiswa, komunitas lokal, hingga instansi pemerintah.
Talkshow ini menghadirkan tiga sineas nasional sekaligus mentor Film Lab 2025: Jason Iskandar, Fanny Chotimah, dan Khozy Rizal, yang membagikan pengalaman mereka dalam perjalanan kreatif, mulai dari ide hingga penyusunan naskah.
Dukungan & Sambutan Resmi
Direktur Flobamora Film Festival, Yedida A. Letedara, menyampaikan apresiasi kepada narasumber, peserta, serta seluruh pihak yang terlibat. Festival ini juga mendapat dukungan penuh dari Kementerian Kebudayaan RI melalui Ditjen PPPK lewat program MTN Seni Budaya, yang fokus pada pengembangan talenta seni budaya secara terstruktur dan berkelanjutan.
Ruang Belajar, Inspirasi, dan Tantangan Kreatif
Programmer sekaligus moderator, Rambu Nitbani, menyebut diskusi ini sebagai kesempatan emas bagi peserta untuk belajar langsung dari praktisi. Dalam dua sesi sharing, para mentor membahas proses lahirnya film pertama, struktur cerita, hingga tantangan dalam menulis naskah dan produksi.
Khozy Rizal menuturkan bagaimana film perdananya lahir dari isu maskulinitas toxic, sementara Florence Giovani berbagi pandangan tentang penggunaan teknologi dan AI dalam mempercepat storyboard tanpa menghilangkan sentuhan manusia. Semua pembicara sepakat bahwa film harus lahir dari keresahan pribadi, emosi, serta visi kreatif sutradara.
Peserta & Dampak Festival
Bagi peserta, termasuk Butu, pengalaman ini sangat berharga. Tak hanya karena bisa mengikuti talkshow, tetapi juga karena mendapatkan pemahaman baru tentang bagaimana membangun jaringan, mengarsipkan karya, hingga memperluas distribusi film. Michael A. Chandra menekankan pentingnya peran komunitas dalam distribusi dan arsip film agar karya tetap relevan di masa depan.
Diskusi juga menyoroti isu sensitif seperti relasi kuasa dan pelecehan seksual di industri film, yang disampaikan secara terbuka oleh Hannah Al-Rasyid dan Kamila Andini. Momen ini semakin menegaskan bahwa film bukan hanya soal estetika, melainkan juga ruang untuk menyuarakan pengalaman hidup dan menciptakan ruang aman bagi semua.
Harapan HIMAFISI: Inspirasi untuk Berkarya dan Berjejaring
Melalui pengalaman Butu di Flobamora Film Festival, HIMAFISI melihat bahwa festival film tidak hanya menjadi tempat apresiasi karya, tetapi juga sarana membangun relasi, belajar dari praktisi, dan menumbuhkan semangat kolaborasi.
Semoga keberadaan festival ini terus memberi inspirasi bagi anggota HIMAFISI dan komunitas film di Indonesia untuk berani membuat film pertama mereka, mengasah naskah dari ide sederhana, serta menjadikan layar sebagai medium refleksi dan perubahan sosial.
Salam HIMAFISI: Kreatif, Muda, dan Energik!