Pada hari Sabtu, 21 Juni 2025, Himpunan Mahasiswa Televisi dan Film (HIMAFISI) turut menghadiri pementasan teater berjudul “Dhemit” yang digelar oleh mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia angkatan 2022 (Aksara Giandra), Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember. Acara berlangsung meriah di Gedung Keluarga Alumni Universitas Jember (KAUJE) dan menjadi ajang pertunjukan seni yang memadukan unsur tradisional dan atmosfer horror khas budaya lokal. Pementasan teater “Dhemit” adalah pementasan teater dengan jenis fantasi yang mengusung genre horror sesuai dengan judul pementasan ini. Teater ini menceritakan tentang manusia yang ingin merampas tempat tinggal “roh halus” kemudian muncul konflik perdebatan antara manusia dan “roh halus”, yang dibalut dengan nilai komedi yang menghibur penonton.
Mengangkat Genre Horror yang Melekat pada Budaya Lokal
Dalam dunia seni pertunjukan, genre horror tidak hanya menjadi ruang untuk membangkitkan rasa takut, tetapi juga menjadi medium untuk menggali dan merefleksikan kekayaan budaya lokal, bahkan bisa mengundang gelak tawa bagi penonton. Di Indonesia, kisah-kisah mistis seperti hantu, atau makhluk gaib lainnya telah lama hidup dalam tradisi lisan masyarakat dan menjadi bagian dari identitas kultural. Ketika elemen-elemen ini dihadirkan ke atas panggung, ia bukan sekadar menawarkan hiburan, tetapi juga menjadi jembatan antara warisan budaya dan ekspresi seni kontemporer. Pementasan teater bertema horror yang mengangkat budaya lokal tak hanya mengusik rasa, tapi juga menyadarkan kita pada nilai-nilai tradisional dan juga nilai kemanusiaan yang kerap terpinggirkan Inilah yang membuat karya seperti pementasan teater “Dhemit” menjadi penting karena ia tidak hanya menakutkan, menghibur, tapi juga mengakar. Sehingga penonton tidak hanya merasakan perasaan yang campur aduk dari cerita yang diangkat, tetapi juga membawa pulang pelajaran atau pesan yang bermakna bagi kehidupan.
Rangkaian Acara Teater “Dhemit”
Sebelum pementasan dimulai, para penonton yang hadir tampak berkumpul di halaman luar gedung. Suasana hangat dan akrab tercipta dari rangkaian acara pembuka, yang diawali dengan sambutan dari beberapa dosen Fakultas Ilmu Budaya. Acara kemudian dilanjutkan dengan penampilan musik oleh salah satu mahasiswa Sastra Indonesia yang membawakan beberapa lagu, salah satunya Kelam Malam— lagu populer yang dikenal luas melalui film Pengabdi Setan karya Joko Anwar. Nuansa lagu ini terasa selaras dengan tema utama pementasan “Dhemit”, yang dalam bahasa Indonesia berarti “setan” atau “roh halus”.
Menambah kemeriahan acara, panitia juga menggelar sesi kuis interaktif dengan penonton. Beberapa pertanyaan seputar pementasan, dan peserta yang menjawab dengan benar berkesempatan mendapatkan hadiah menarik. Sesi ini berhasil mencairkan suasana serta membangun antusiasme sebelum memasuki pertunjukan utama.
Menjelang pertunjukan dimulai, penonton digiring masuk ke dalam aula gedung KAUJE. Sebelum tiba di panggung utama, mereka melewati sebuah jalan masuk menyerupai lorong yang disulap menjadi jalur tematik menyerupai wahana rumah hantu. Nuansa mistis diciptakan melalui elemen artistik seperti replika pohon tua, replika kepala tengkorak, sesajen, dan berbagai properti mistis lainnya yang menyambut setiap langkah penonton. Serta pencahayaan redup yang menciptakan kesan menyeramkan dan memukau. Penonton seolah diajak memasuki dunia lain sebelum menyaksikan pementasan utama.
Pertunjukan “Dhemit” sendiri menghadirkan narasi tentang mitos dan kepercayaan lokal yang dibalut dengan konflik sosial dan psikologis. Para pemain menampilkan performa yang ekspresif dan mengesankan, dengan tata panggung dan visual yang mendukung cerita secara kuat.
Sesi Diskusi, Tanya Jawab dan Apresiasi
Setelah pementasan selesai, sesi diskusi menjadi wadah refleksi dan pertukaran pandangan antara penonton dan para pemain juga orang-orang yang berada di balik layar. Diskusi ini memperdalam pemahaman terhadap pesan yang disampaikan dan membuka ruang dialog yang sehat dan produktif. Dalam sesi ini sutradara pementasan teater “Dhemit” menyampaikan sebuah keresahan tentang keserakahan manusia yang tidak ada habisnya, sehingga terciptalah sebuah pementasan yang memukau ini. Sang sutradara mencoba menuangkan imajinasinya melalui teater “Dhemit” ini. Dengan mencoba menghidupkan dialog antara manusia dan “setan” yang mungkin di dunia nyata banyak orang tidak percaya atau mustahil. Namun, melalui pementasan “Dhemit” penonton serasa diajak mendengarkan keluh kesah “setan” atau “roh halus” yang benci terhadap sifat manusia yang serakah, seperti melahap habis kawasan hutan atau kawasan alam liar. Manusia selama ini hanya memikirkan dampak nyata sesuatu yang terlihat saja, tetapi menyampingkan urusan “mistis” yang dianggap tidak nyata, padahal itu akan berdampak pula terhadap kehidupan manusia secara percaya atau tidak percaya.
Tidak hanya penyampaian dari sutradara, para pemain juga menceritakan pengalamannya selama mendalami peran, mulai dari proses latihan, penyesuaian artikulasi suara sesuai dengan karakter, dan lain. Bahkan ada keluarga dari pemain yang menyampaikan bahwa anaknya terlalu mendalami karakter sampai terbawa mimpi saat tidur, ini merupakan sebuah pengalaman bahwa untuk menciptakan sebuah pementasan teater yang memukau diperlukan pendalaman karakter yang serius. Beberapa keluarga pemain, serta penonton umum juga memberikan apresiasinya kepada pemain juga panitia di balik layar. Para penonton merasa puas mendapatkan hiburan yang “ciamik” di malam minggu, tidak hanya terhibur banyak juga kritik-kritik terhadap kehidupan sosial dan politik yang terjadi di Indonesia. Hal ini mampu membangun rasa empati penonton agar peka terhadap kejadian yang terjadi di sekitar kita.
Pementasan “Dhemit” juga mendapat apresiasi tinggi dari para dosen Fakultas Ilmu Budaya yang turut hadir dalam acara tersebut, khususnya dosen pengampu mata kuliah teater, ibu Dewi Angelina, S.S., M.A dan kaprodi Sastra Indonesia, bapak Didik Suharijadi, S.S., M.A. Mereka menilai bahwa pementasan ini menunjukkan kemajuan signifikan dalam hal artistik, naskah, hingga penyutradaraan. Ibu Angel juga menyampaikan bahwa memilih sutradara dan pemain tidak “sembarangan”, Ibu Angel melihat potensi dari mahasiswanya kemudian menunjuk mereka untuk mengemban beberapa jobdesc-nya agar menghasilkan pementasan karya yang luar biasa juga memberikan pengalaman yang mampu mengembangkan potensi atau skill dari mahasiswa jurusan Sastra Indonesia. Sebagai bentuk dorongan dan tantangan, dosen pengampu, ibu Angel kemudian memberikan tantangan kepada mahasiswa Sastra Indonesia angkatan selanjutnya untuk menghadirkan sebuah pementasan yang lebih kompleks, yaitu dalam bentuk teater opera. Ibu Angel melakukan “ijab kabul” dengan ketua angkatan 2023 Sastra Indonesia, sebagai bentuk sahnya perjanjian atau challenge ini. Tantangan ini diharapkan dapat mendorong mahasiswa untuk terus berinovasi dalam pengolahan panggung, memperluas cakupan eksplorasi seni, serta menggabungkan unsur musik dan drama dalam satu pertunjukan yang utuh dan berkelas.
Pementasan teater “Dhemit” bukan sekadar pementasan teater biasa, ini adalah gerakan menuju kesadaran. Sebuah langkah awal yang akan terus berlanjut sepanjang tahun dengan konsistensi tema dan semangat yang sama—menjadi pengingat bagi umat manusia tentang akibat keserakahan yang tidak menjadikan kita lebih baik, justru sebaliknya akan mendatangkan musibah.
Melalui pementasan ini, Sastra Indonesia Universitas Jember menegaskan komitmennya untuk menjadi ruang kreatif yang tak hanya memproduksi karya seni, tetapi juga menumbuhkan wacana kritis dan mendorong perubahan sosial melalui kekuatan pertunjukan seni.
Salam Budaya!
Salam HIMAFISI: Kreatif, Muda, dan Energik!