HIMAFISI (Himpunan Mahasiswa Televisi dan Film) Universitas Jember kembali menghadirkan program unggulannya: Screening Kita, sebagai ruang apresiasi film mahasiswa sekaligus wahana refleksi sosial. Pada edisi kali ini, tema yang diangkat adalah “Bingkai Refleksi”, sebuah ajakan untuk menengok kembali bagaimana keluarga—tempat yang sering kita anggap penuh kasih sayang—ternyata menyimpan lapisan-lapisan realitas yang kompleks dan penuh makna serta dinamika.
Diselenggarakan pada tanggal 24 Mei 2025 di halaman pendopo Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember. Screening Kita kali ini membawa suasana yang baru dibandingkan dengan screening screening film sebelumnya. Screening Kita kali ini menyuguhkan tiga film pendek yang mengangkat narasi seputar relasi dalam keluarga, gesekan antar generasi, serta perjuangan memahami kasih sayang yang tak selalu hadir dalam bentuk yang kita kenal.
Keluarga: Tempat Pulang
Keluarga sering dimaknai sebagai ruang penuh cinta, tempat kita tumbuh dalam kehangatan dan kebersamaan. Namun, tidak semua orang mampu mengekspresikan kasih sayangnya, dan tidak semua bentuk kasih sayang terasa nyaman bagi yang menerimanya. Masih banyak kesalahpahaman yang terjadi dalam keluarga akibat perbedaan cara pandang antara orang tua dan anak, terutama karena adanya kesenjangan generasi.
Tema ini diangkat untuk membuka ruang berpikir ulang tentang makna dan peran keluarga dalam proses pendewasaan. Di balik segala kekurangan dan konflik yang ada, keluarga tetap menjadi tempat awal kita mengenal dunia dan membentuk siapa diri kita.
Catatan Programmer: Mencari Makna di Balik Larangan
Ingatkah saat kita masih anak-anak, ketika kita melakukan sesuatu yang kita anggap sepele—seperti bermain hingga larut, makan tanpa sisa, menolak untuk tidur siang, dan berbagai hal kecil lainnya—yang akhirnya berujung pada teguran atau bahkan dimarahi oleh orang tua karena dianggap nakal?
Saat memasuki usia remaja, keinginan untuk merasakan kebebasan semakin besar. Nongkrong bersama teman, pulang larut malam, atau mencoba hal-hal baru seolah menjadi simbol kedewasaan. Tapi di sisi lain, orang tua justru membatasi ruang gerak kita. Mereka melarang, menegur, hingga terkadang membuat kita merasa tertekan dan akhirnya muncul keinginan untuk memberontak.
Namun, bagaimana jika kita melihat dari sudut pandang yang berbeda? Mungkinkah larangan-larangan itu bukan sekadar bentuk kekuasaan, melainkan wujud rasa takut, kekhawatiran, dan cinta yang sulit diungkapkan?
Orang tua sering kali tidak menyampaikan kasih sayang lewat pelukan atau pujian, tapi melalui bentuk yang keras: aturan, batasan, atau bahkan bentakan. Pertanyaannya: apakah itu semata-mata bentuk pemaksaan? Atau justru ada alasan mendalam yang belum kita pahami?
Melalui sinema, kita mencoba membuka mata dan hati untuk memahami hal ini. Film mampu menjadi medium refleksi, jembatan antar sudut pandang, dan ruang temu antara pengalaman dan perasaan. Dalam Screening Kita: Bingkai Refleksi, kita bersama-sama akan melihat, mendengar, dan memahami ulang makna keluarga melalui kisah-kisah yang dekat dengan kehidupan kita sendiri.
Film-Film yang Ditampilkan Screening Kita: Bingkai Refleksi
Jalan Jauh dari Rumah
Film ini disutradarai oleh Veri Cahyadi dengan durasi film 22 menit 52 detik
Film ini mengisahkan pasangan kakak-adik yang harus bertahan hidup dalam kondisi kemiskinan, sembari menghadapi ayah mereka yang menjadi sumber tekanan emosional. Karakter anak kecil yang keras kepala namun polos, menjadi sentral dari narasi ini. Dalam upaya menghadapi realitas yang terlalu rumit bagi usia mereka, mereka mengambil keputusan besar—kabur dari rumah. Sebuah cerita tentang keberanian dan luka yang ditanggung oleh anak-anak dalam keluarga yang tidak sehat.
Telikung
Film ini disutradarai oleh Rada Salfa Afkarina dengan durasi film 19 menit 18 detik
Film ini mencertikan tentang Lucya, gadis ceria berusia 16 tahun yang dikenal penurut, mulai mengalami guncangan dalam hidupnya ketika ia memasuki masa SMA. Ia memimpikan kebebasan seperti remaja lain, namun impian itu berbenturan dengan aturan sang ayah yang terlalu ketat dan mengekangnya. Larangan-larangan itu membuat Lucya mulai bersikap apatis dan mengabaikan otoritas orang tuanya. Film ini menyajikan potret konflik generasi dengan sangat realistis, mempertanyakan sejauh mana kontrol orang tua masih bisa disebut sebagai bentuk cinta.
Gadis dan Penatu
Film ini disutradarai oleh Alam Alghifari dengan durasi film 17 menit 57 detik
Film Gadis dan Penatu menceritakan Santi, seorang lulusan SMK berusia 18 tahun, berkali-kali gagal mendapatkan pekerjaan. Ketika akhirnya ia mendapat kesempatan interview, sang ibu justru memberinya banyak tugas rumah (terutama pekerjaan laundry) untuk menghalanginya pergi. Film ini menyajikan kisah sederhana tapi tajam tentang benturan harapan antara ibu dan anak—sebuah kisah tentang cinta yang salah arah, dan bagaimana keterbatasan ekonomi menciptakan ketegangan dalam hubungan keluarga.
Rangkaian Acara Screening Kita: Bingkai Refleksi
Screening Kita: Bingkai Refleksi dimulai dari pukul 18.00 dengan open gate dan pemutaran teaser film. Acara dibuka secara resmi dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, Hymne Universitas Jember, dan dilanjutkan pembacaan catatan programmer sebagai pengantar pemaknaan tema.
Pemutaran tiga film menjadi momen utama, diikuti sesi diskusi interaktif bersama para filmmaker dan penonton. Diskusi ini menghadirkan ruang pertukaran gagasan dan perspektif tentang dinamika keluarga, peran orang tua, dan suara atau peran anak yang selama ini sering terabaikan.
Sebagai penutup, sesi “Mari Melingkar” menjadi ruang reflektif bersama. Penonton diajak untuk berbagi pengalaman personal dan pandangan mereka, menjadikan sinema bukan hanya tontonan, tetapi ruang perjumpaan batin.
Melalui Screening Kita: Bingkai Refleksi, HIMAFISI Universitas Jember terus menegaskan perannya sebagai ruang kreatif dan kritis. Ini bukan sekadar pemutaran film, melainkan sebuah gerakan kecil untuk menyuarakan cerita-cerita yang terlalu sering disimpan rapat di dalam rumah.
Karena keluarga, bagaimanapun bentuknya, adalah lingkungan terkecil atau bagian dari perjalanan menjadi manusia. Dan sinema, dengan segala kedekatannya pada realitas, adalah cara kita untuk belajar memahami—baik orang lain, maupun diri sendiri.
Salam HIMAFISI: Kreatif, Muda, dan Energik!